Dilema Anak Rantau; Pulang Kampung Atau Tetap Bertahan


Kita ketahui bersama dalam beberapa minggu terakhir, indonesia tengah disibukkan dengan kasus virus corona (Covid-19). Kasus Covid-19 di indonesia meningkat hingga sabtu (28/3/2020) sore, pemerintah Republik indonesia lewat juru bicara penanganan corona, achmad yurianto, kembali merilis data terbaru kasus virus corona sudah terdapat 1.155 kasus, 102 sembuh dan 102 meninggal.

Kepanikan yang terjadi dinegara indonesia dapat dilihat dengan habisnya persediaan masker di tempat-tempat yang seharusnya bisa didapatkan oleh masyarakat dengan mudah. Tak peduli dengan harga yang di tawarkan, mereka membeli masker tersebut tanpa pikir panjang.
Setelah berita tentang masker nyaris tidak ada lagi atau dengan kata lain sudah habis, kepanikan mulai meningkat karena beberapa wilayah di indonesia sudah melakukan konfirmasi terkait kasus virus corona (Covid-19).

Sejumlah wilayah yang dimaksud adalah DKI Jakarta, bekasi, depok, Cirebon, purwakarta, bandung, tangerang, solo, Pontianak, palu, bali, Yogyakarta dan manado dan beberapa kota lainnya. Manado yang terkenal dengan kota “Nyiur melambai” mengonfirmasi adanya kasus covid-19 untuk pertama kalinya pada 14 Maret 2020 yang korbannya adalah seorang bapak berumur 58 tahun.

Kampus Di-Lockdown

Akibatnya, beberapa kampus di wilayah-wilayah yang terjangkit virus corona (Covid-19), seperti kota manado dan gorontalo sudah membuat kebijakan dalam rangka menekan peningkatan kasus virus corona ini. Salah satu kebijakan tersebut adalah para mahasiswa melakukan perkuliahan secara daring (online), tanpa harus hadir ke kampus untuk bertatap muka dengan dosen pengajar. Begitu juga dengan berapa dosen pengajar diharapkan bekerja dari rumah dan memberikan perkuliahan dari rumah dengan memanfaatkan jaringan internet. Kebijakan ini disambut baik oleh seluruh mahasiswa, juga termasuk dosen.

Kebijakan ini membuat para dosen pengajar dan mahasiswa menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Sistem pembelajaran dibuat senyaman mungkin dengan menggunakan platform media sosial yang berbeda-beda seperti zoom, class room dan sebagainya.

Para mahasiswa dan dosen tentunya harus tersambung dahulu dengan koneksi internet agar proses pembelajaran dapat berlangsung, walaupun menurut saya tidak cukup efektif dibandingkan dengan cara bertatap muka.

Kebijakan tersebut tentu memberikan efek. Para orang tua tentunya sudah mengetahui berita ini. Mereka berpikir anak-anaknya bisa saja kuliah dari rumah, tidak harus bertahan di kos-kosan.

Otomatis mereka (Para orang tua kita) merasa takut jika wilayah yang dimaksud tiba-tiba saja di-Lockdown. Oleh karena itu, mereka meminta anaknya untuk segara pulang kampung terlebih dahulu sebelum (kebijakan) lockdown itu diterapkan.

Walaupun lockdown belum dijadikan sebuah kebijakan, namun wacana yang berkembang dimedia sosial sudah mengarah hal tersebut. Narasi-narasi untuk tidak mudik, work from home (WFH), #Dirumahaja selama  14 hari bahkan lebihpun terus digaungkan.
Narasi atau lebih tepatnya himbauan ini bisa saja mengarahkan kepada kebijakan lockdown jika kasus akibat covid-19 ini terus meningkat dengan pesat diindonesia, bahkan sekarang pun sudah menyentuh angka seribu lebih.

Belajar Dari kasus WNI di kota Wuhan

Efek yang timbul tentunya berkaitan erat dengan kejadian beberapa bulan lalu. WNI dan pelajar indonesia yang berada di Wuhan (China) sangatlah sulit untuk keluar dari daerah tersebut dikarenakan sulitnya mekanisme yang dilalui, apalagi kota wuhan sendiri sudah terlanjur di lockdown pada waktu itu.
Kebijakan lockdown yang diterapkan di wuhan saat itu untuk menekan agar virus tersebut tidak menyebar. Pemerintah di sana sangat cepat dan cekatan dalam menangani hal tersebut. Kebutuhan makanan dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan lockdown dapat terpenuhi.

Akan tetapi orang tua yang mempunya anak yang berada di kota wuhan meminta untuk segera meninggalkan kota wuhan. Mungkin agak berlebihan membandingkan dengan kasus WNI di Wuhan.

Tapi, tetap saja kebijakan lockdown yang sudah jadi wacana beberapa pemerintah daerah, saat ini tidak dapat menjamin kebutuhan dari masyarakat, termasuk kita mahasiswa perantauan akan terpenuhi nantinya.

Memang, kinerja pemerintah indonesia pada saat memulangkan WNI yang berada di Wuhan diapresiasi oleh para orangtua dari pelajar maupun mahasiswa karena berhasil memulangkan anak-anak mereka ke tanah air.

Tidak hanya itu, pemerintah juga berhasil meyakinkan bahwa WNI yang dikarangtina di pulau Natuna bebas dari virus corona (Covid-19), walaupun mereka ditolak oleh sebagian warga di san pada awalnya.

Lalu bagaimana dengan nasib mahasiswa yang ada di indonesia jika terjadi lockdown? Akankah warung atau kantin makan tetap akan buka? Ataukah membuat orang-orang ketakutan dan mengurung di rumah saja tanpa persediaan yang cukup?
Wallahualam

Pulang Kampung, Jadi solusi?

Kembali ketopik utama yakni mahasiswa yang sedang belajar atau kuliah di wilayah yang sudah terjangkit atau terpapar virus corona (Covid-19). Para orangtua pasti banyak memikirkan bahwa pulang kampung adalah solusi terbelum sebelum daerah tersebut lockdown total.

Pemikiran seperti memanglah wajar karena belum terlihat kesiapan pemerintah dalam manganic masalah tersebut, jika kebijakan lockdown diberlakukan.

Kebutuhan makanan, rumah sakit, petugas kesehatan, mobil ambulance, dan sebagainya tentu harus sudah tersedia sebelum kebijakan lockdown diberlakukan. Akan ditakutkan, apabila kebijakan lockdown diberlakukan tapi kebutuhan pokok masyarakat saja tidak dapat dipenuhi.

Tidak mungkin juga bagi kami mahasiswa untuk menumpuk beberapa kardus mi instan. Para orang tua juga tidak akan mau dan rela anaknya hanya mengonsumsi makanan mi instan terus menerus, karena ditakutkan tidak ada warung yang buka.

Artinya, kebutuhan pokok tidak akan pasti terpenuhi, sementara mi instan tidak mengandung nutrisi yang cukup untuk tubuh, apalagi untuk menangkal virus corona ini.

Untuk saat ini, sebagian orang tua tidak peduli apakah anaknya terpapar virus corona atau tidak. Bagi mereka, hal yang paling penting adalah anaknya pulang kampung dulu.

Himbauan yang disampaikan oleh pemeritah pusat dalam hal ini adalah bapak menteri agama dan beberapa pemerintah daerah untuk menyarankan kepada masyarakat yang berada di luar daerah, khususnya daerah yang sudah terpapar virus corona untuk tidak pulkam atau mudik dulu pada tahun ini, tidak begitu diacuhkan untuk saat ini mungkin, karena belum ada jaminan dari pemerintah bahwa segala kebutuhan akan tercukupi nantinya jikalau kami tidak pulang kampung.

Bagi mereka yang pulang kampung, tentu juga ada Kendala terkait kuliah daring (online). Karena tidak semua daerah di indonesia memiliki akses internet yang memadai dan bagus.

Mau tidak mau, mahasiswa yang berasal dari daerah yang dimaksud tentu harus bertahan di kos-kosannya agar dapat mengikuti kuliah secara online. Banyak yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan.

Sungguh dilematis, antara mau pulang kampung atau tetap bertahan di wilayah-wilayah yang sudah positif covid-19 ini.

Harapan penulis, kasus virus corona (Covid-19) ini segara mendapatkan solusi sehingganya aktivitas perkuliahan dikampus kembali normal.

Posting Komentar

0 Komentar