Pernah suatu waktu saya melihat video di facebook yang menayangkan momen pemilihan kepala desa di salah satu daerah yang ada di Jawa Timur, beberapa hari lalu
Dari video itu terlihat masyarakat beramai-ramai melakukan arak-arakan dengan membawa serta simbol-simbol dari calon yang mereka usung. Pada saat itu, seorang calon kepala desa memiliki simbol tertentu seperti buah kelapa, tanaman padi, dan sejenisnya.
Arak-arakan dilakukan menggunakan mobil bak terbuka dengan memampangkan simbol tadi diatas kendaraan berikut foto calon yang mereka usung. Meriah. Sesuatu yang pada masa pilpres hampir tidak saya jumpai.
Meskipun begitu, tidak ada aksi saling ejek apalagi anarki antar masing-masing pendukung di desa. Semua berjalan dengan tenang dan damai.
Dulu mungkin kampanye yang dilakukan tidak semasif sekarang di mana baliho atau poster bertebaran dimana-mana dan unggahan di media sosial bukan lagi sesuatu yang aneh. Akan tetapi terlihat ada antusiasme yang besar dari masyarakat disana.
Orang-orang di desa pun ternyata juga bisa berdemokrasi. Menggelar pesta demokrasi "kecil-kecilan" untuk menentukan pemimpin desa mereka beberapa tahun mendatang.
Biarpun terkesan hangat dan lebih bersahabat, namun nama-nama calon pemimpin yang ikut meramaikan kontestasi pilkades itu biasanya bukanlah nama-nama yang asing.
Yang maju menjadi calon kepala desa umumnya memiliki keterkaitan dengan kepala desa sebelumnya atau putra-putri dari tokoh masyarakat setempat yang cukup disegani.
Pencitraan yang mereka lakukan umumnya diilhami dari nama besar orang tua atau memiliki rekam jejak terkait dengan pemerintah desa yang sebelumnya.
Kalau kita sering menyaksikan persaingan perebutan tampuk kekuasaan seringkali terjadi aksi saling sikut, bisa jadi dalam kontestasi pilkades ini juga terjadi hal serupa di beberapa wilayah tertentu.
Sedangkan di beberapa wilayah lainnya lebih damai dan bersahabat. Apabila kita ingin belajar lebih dekat tentang demokrasi di desa-desa atau kampung-kampung, maka tidak ada salahnya kita mengkaji lebih dekat pesta demokrasi di desa-desa sekitar tempat tinggal kita atau bahkan di desa kita sendiri.
Selama ini kita mungkin lebih tertarik untuk melihat demokrasi dalam skala besar suatu negara. Namun, untuk melihat sejauh apa demokrasi terjadi di negara kita maka melihat pada tataran bawah struktur suatu negara yaitu di desa-desa atau kampung-kampung bisa merepresentasikan kualitas demokrasi yang kita miliki. Demokrasi ala kampung tetaplah demokrasi. Perbedaannya hanya pada skalanya saja.
Desa bukanlah sesuatu yang layak dipandang remeh. Desa adalah sebuah entitas yang memiliki peluang besar mengerek kemajuan suatu bangsa jikalau berhasil diberdayakan secara optimal.
Ada beberapa desa populer di tanah air seperti kampung inggris yang terletak di Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. Ada juga desa yang belakangan ini cukup menjadi perbincangan banyak pihak, bahkan hingga keluar negeri. Desa Umbul Ponggok, di Klaten, Jawa Tengah.
Aparat desa yang berkualitas ternyata mampu menjadi penggerak perekonomian rakyat di level grassroot. Sekilas mungkin kita memandang pilkades sebagai seremonial yang tidak terlalu penting.
Namun dibalik itu ternyata ia menyimpan peranan luar biasa besar dalam mempengaruhi perkembangan sebuah negara.
Jikalau selama ini kita merasa begitu peduli terhadap percaturan politik tanah air berikut pemerintahannya, mengapa kita tidak memberikan atensi serupa terhadap pengelolaan sebuah desa?
Jangan-jangan selama ini minimnya perkembangan bangsa ini karena perkembangan desa seringkali kita abaikan.

0 Komentar